Tautan

Selasa, 27 Juli 2010

Poskolonialisme Internasional


Dengan terciptanya liberalisme ekonomi secara global maka dapat dilihat beberapa tingkah laku negara dalam mempengaruhi sistem internasional dalam menjalankan mandat yang telah diberikan kepadanya, dengan adanya suatu globalisasi sistem ekonomi (neoliberal) maka dapat dimengerti bahwa institusi-institusi ekonomi dan politik dunia sedang menjalankan misi universialisasi nilai-nilai ekonomi dan politik.

Namun sayang nya misi universalisasi nilai-nilai ekonomi dan politik ini juga membawa suatu kepentingan bagi sebagian negara yaitu negara-negara yang mempunyai prasyarat-prasyarat bagi terlaksananya sistem ini dengan adanya hal ini maka sangat jelas bahwa pihak yang diuntungkan ialah pihak-pihak yang mempunyai prasyarat-prasyarat tersebut.

Barat dengan segala nilai-nilai liberalisme ekonomi dan nilai-nilai politik telah sangat mampu membuat suatu struktur yang melindungi kepentingannya, dalam penyebaran prisnsip-prinsip ini maka tersebarlah mitos-mitos yang menganggap bahwa segala sesuatu yang berasal dari barat merupakan suatu sistem yang stabil dan mampu membawa setiap negara kedalam kondisi ekonomi yang sejahtera.

Liberalisasi ekonomi neoliberal merupakan suatu upaya imperialisme yang menggunakan metode lama dalam pencapaiannya, secara garis besar dapat kita lihat pola-pola yang akan diciptakan oleh barat melalui institusi-institusi ekonomi neoliberal mempunyai tujuan untuk membuat suatu lingkungan yang sesuai dengan lingkungan yang mereka tempati, hal ini dapat dilihat dari adanya pengagungan barat terhadap terciptanya suatu pembangunan ekonomi yang memberikan kebebasan kepada mekanisme pasar dalam mengatur dirinya sendiri, mereka tidak melihat bahwa pasar itu tidak berdiri dengan sendirinya (given), bahwa terdapat juga elemen-elemen lain yang dapat mempengaruhi berfungsinya mekanisme pasar (made by construction), bahkan jika kita telah melalui mekanisme pasar tradisional sekalipun.

Dalam studi poskolonialisme terdapat prinsip the other (yang lain) dimana setiap aktor selalu melihat sesuatu kedalam dua oposisi biner, dalam hal penulisan skripsi ini maka dapat dikatakan bahwa dua oposisi ini yaitu negara maju (the have) dan negara berkembang (the have not).

Barat memaksakan sistem ini karena mereka sadar mereka akan lebih mampu bersaing dengan negara negara berkembang dalam berbagai lini perekonomian, yang mereka tidak punya hanyalah keunggulan tenaga kerja murah dan sumberdaya, dengan adanya hal ini maka mereka akan memaksa negara-negara berkembang untuk membuka negara mereka dalam hal investasi, tak lain hanya untuk mengejar tenaga kerja murah yang dapat ditemui di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (bukankah tenaga kerja yang murah merupakan katalis bagi pemerintah dalam menarik investor), dalam hal ketidakadilan hal ini dapat dilihat kedalam hal keunggulan komparatif negara-negara berkembang (pertanian dan manufaktur), dimana masih saja terjadi praktek proteksionisme di negara-negara barat dalam bidang pertanian, dan masih saja terjadi subsidi bagi para petani mereka.

Untuk menciptakan suatu universalisasi dari sistem neoliberal tentunya perlu ditempuh suatu cara dalam mempenetrasikannya kedalam sistem ekonomi negara-negara berkembang, beberapa hal yang dilakukan oleh negara maju ialah melalui :

1. Jebakan hutang.

2. Sistem mandat (hukum internasional)

3. Melalui diskursus bahasa dalam dunia pendidikan (oposisi biner dalam pemahaman sistem mana yanglebih baik), dari hal ini maka tercipta pemaksaan pencitraan terhadap sistem ekonomi yang baik.

4. Melalui operasi-operasi terselubung dalam hal ekonomi.

Derngan terciptanya struktur ini maka barat akan sangat leluasa dalam mengembangkan eksploitasi ekonominya terhadap segala sumber daya yang dimiliki oleh negara-negara berkembang, dengan kata lain terciptalah suatu poskolonialisasi sistem ekonomi negara berkembang (Indonesia).

Dalam konteks indonesia maka penciptaan struktur ini dapat dilihat dari adanya penerimaan syarat yang diajukan oleh IMF dalam “membantu” Indonesia keluar dari krisis ekonomi Asia tahun 1997-1998.

Dengan adanya deregulasi Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 tahun 2007 maka secara tidak langsung membuka perekonomian Indonesia ke suatu fase neoimperialisme, dimana setiap sumberdaya Indonesia baik alam, manusia bahkan pangsa pasar akan dikuasai oleh mereka yang memiliki modal yang kuat, dan tentu saja asing lah yang mempunyai persyaratan ini.

Nilai-nilai neoliberalisme yang dapat penulis ungkap dalam penelitian ini mungkin hanya beberapa diantaranya ialah nilai-nilai yang dianggap prinsip-prinsip dalam paham neolibereal diantaranya nilai-nilai privatisasi (swastanisasi bidang-bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak), nilai-nilai deregulasi (membuat kenyamanan yang sangat nyaman kepada pemodal asing dalam menanamkan modalnya ke Indonesia), dan nilai-nilai liberalisasi (pengintegrasian perekonomian dalam hal penanaman modal Indonesia terhadap dunia internasional).

Sistem ekonomi internasional yang adil merupakan dambaan bagi setiap negara, mekanisme interaksi antar negara yang seimbang tentunya akan menghasilkan interaksi antar negara yang sehat, setidaknya hal ini mengacu kepada hubungan antar negara yang saling melengkapi.

Badan-badan internasional dibentuk melalui suatu visi yang sungguh mulia, dan dibentuk berdasarkan sejarah yang amat kelam akan interaksi negara pada masa terdahulu, oleh karena itu keseimbangan suatu sistem internasional perlu didorong dan dicapai melalui kerangka kerja bersama dengan suatu sistem yang demokratis dan dialogis.

Hubungan antar negara yang tidak seimbang hanya akan memendam bahaya laten mengenai suatu konflik dimana konflik ini muncul akibat adanya ketidak puasan beberapa elemen sistem dalam memandang praktek hubungan antar negara yang tidak seimbang, reformasi mengenai struktur badan-badan internasional terutama dalam hal pengambilan keputusaan sebenarnya sudah sangat sering dilakukan baik dalam tingkatan negara maupun dalam tingkatan aktor-aktor individual, namun selama tidak adanya political will dari pihak yang dominan maka hal ini tidak akan terwujud.

Indonesia merupakan negara yang berdaulat dan memiliki pengalaman sejarah yang cukup lama dalam hal menyadari adanya struktur imperialisme, seperti parta pendahulu kita yang mengetahui bagaimana perilaku imperialisme terhadap negara Indonesia, pada awalnya mereka akan memaksakan pemikiran kolonial terhadap bangsa imperialnya, mamastikan bahwa bangsa imperial akan sejahtera bila bersama mereka, hal yang terjadi kemudian adalah mereka akan memaksakan suatu sistem imperialisme yang berujung kepada adanya penghisapan sumber-daya potensial negara imperial.

Undang-undang Penanaman Modal merupakan salah satu Undang-Undang yang sangat penting dalam menjaga berjalannya pembangunan perekonomian bangsa Indonesia secara legal, melalui Undang-Undang inilah aturan-aturan Investasi diatur, regulasi sangat diperlukan untuk membatasi kompetisi yang tidak adil dalam persaingan penanam modal (asing dan dalam dalam negeri), dari hal ini pula diatur bagaimana mekanisme pengiriman repatriasi modal dalam negeri diatur.

Oleh karena itu diperlukan suatu nilai-nilai keadilan dalam Undang-Undang ini terutama dalam hal pendikotomian antara asing dan dalam negeri, bagaimanapun juga pembedaan ini sangat penting untuk menjaga tumbuhnya pengusaha-pengusaha Indonesia yang masih mempunyai kerentanan dalam berkompetisi dengan pengusaha asing.

Pengaturan ini diperlukan karena masih terdapat beberapa pasal yang berkesan mempunyai makna yang tidak jelas diantaranya persyaratan nasionalisasi, pemerintah menjamin tidak akan ada nasionalisasi, harus adanya pembatasan mengenai capital flight hal ini penting karena hal ini menyangkut banyak hal yang berujung kepada beban negara jika tidak diatur secara tegas, capital flight dapat terjadi apabila terdapat investasi jangka pendek dalam hal pasar modal dan pasar finansial, pada awalnya memang investasi ini akan menguntungkan Indonesia akan tetapi hal ini juga sangat merugikan karena membuka celah kepada spekulan (pemilik Modal) yang mencari keuntungan dalam sekejap untuk memainkan peranan, selain itu juga investasi jenis ini berdiri diatas ketidak seimbangan ekonomi karena bersifat spekulasi dan sangat rentan terhadap sentimen negatif.

Hal lain yang menjadi perhatian ialah Indonesia seharusnya mempunyai sikap yang tegas terhadap struktur yang ada, manakah yang harus dibela kepentingan nasional yang harusnya berdiri didepan kepentingan kesejahteraan rakyat atau kepentingan pengusaha asing yang menghasilkan kesejahteraan bagi negara lain, hal yang menjadi analisa penulis selama ini ialah sepertinya negara Indonesia terlalu enggan untuk bertindak keras terhadap segala aturan yang merugikan Indonesia sendiri salah satunya yaitu dengan begitu pasifnya tindakan Indonesia mengenai segala peraturan yang mengikat Indonesia, terdapatnya daftar negatif Investasi yang menjadi salah satu elemen sistem ekonomi internasional harus lah diamati sebagai pelengkap, karena bagaimanapun juga investor akan selalu mencari keuntungan, maka jika Indonesia juga memakai segala keuntungan komparatif yang dimiliki hal ini juga bisa menjadi senjata andalan bagi republik Indonesia dalam mencari hubungan yang seimbang karena jika hubungan ini seimbang antara pemerintah dan investor maka hubungan saling menguntungkan akan tercapai, jika mereka tidak menerima maka carilah investor yang dapat menyesuaikan kepentingan mereka dengan kita, jadikanlah kumpulan investor sebagai pangsa pasar bagi Indonesia.

Bahkan menurut inisiatif penulis Indonesia mampu melakukan pembangunan secara mandiri sesuai yang dicita-citakan para pendiri republik, sejarah pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia baik yang di Asia dan Eropa tentunya berakar dari adanya kemandirian ekonomi dan konsensus politik.

2 komentar:

  1. Tulisan yang menarik, mas...

    Mohon izin untuk di re-post di Portal HI (www.portal-hi.net)... Tentu dengan menuliskan sumber...

    Kalo ada tulisan2 mas yg lain, bisa dikirim ke portal ini.. InsyaAllah kami muat...

    Terima Kasih.

    Salam Portal HI

    BalasHapus